Beberapa waktu lalu aku membaca keluhan seorang teman di media social. Sebenarnya aku tipe orang yang cuek dengan apapun yang diposting teman karena itu adalah hak dia sepenuhnya. Tapi kali ini aku sedikit tertarik dengan ocehannya di dunia maya itu. Sebuah keluhan tentang aib pasangan halalnya. Postingan yang dibagikan ke public tersebut mendapat respon puluhan komentar dari teman-temannya. Namun, aku tidak ikut berkomentar di berandanya tapi memilih mengulasnya di sini.
Setiap orang memang berhak memposting apapun di media sosialnya. Tapi diharapkan bijak dalam menggunakan media social. Menumpahkan isi hati agar lebih lega dengan mengumbar aib pasangan menurutku kurang bijak. Meskipun pasangannya tidak bermain media social. Kenapa demikian? hal itu hanya memicu orang lain berprasangka buruk kepada pasangannya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kebetulan dalam kasus ini pihak yang dibuka aibnya adalah sang suami. Teman-teman ibu tersebut berkomentar sedemikian rupa membela si ibu tanpa paham apa yang terjadi kepada pasangan itu.
Bayangkan jika sang suami membaca apa yang diposting oleh istrinya? apalagi membaca komentar negatif yang ditujukan kepadanya. Pasti akan marah sekaligus kecewa. Orang lain yang tidak tahu akar permasalahannya ikut menghakimi sang suami. Hal tersebut justru akan memicu pertengkaran keduanya di rumah dan memperkeruh suasana.
Keluhan Istri
Tidak ada yang salah dengan keluhan istri. Sah-sah saja seorang istri mengeluhkan padatnya aktifitasnya mengurus rumah dan anak-anaknya. Tapi ruang publik bukan tempat yang tepat untuk menyalurkan keluhan tersebut. Jika tak punya teman atau sahabat dekat untuk berbagi kisah, mungkin bisa melakukan Analisa Lelah.
Saat membaca buku Mengubah Lelah Jadi Lillah, aku memdapat pencerahan tentang Analisa Lelah kita. Menulis dengan rinci kapan atau peristiwa apa yang membuat kita merasa gelisah, marah, atau sedih. Temukan penyebabnya. Setelah menemukan penyebabnya, mencari solusi untuk terapi diri sendiri. Yupz, kita yang memahami kondisi kita, bukan orang lain. Sehingga pada dasarnya kita sendiri mampu mencari solusinya.
Salah satu yang harus dianalisa adalah niat awal kita menjalankan peran sebagai istri dan ibu. Untuk siapa kita menjalankan peran tersebut. Apa sejatinya tugas kita sebagai seorang istri dan ibu? Dan yang terpenting adalah apakah senang menjalani peran tersebut alias tidak menjadikan beban?
Suami Kurang Perhatian
Pada dasarnya semua suami sangat memperhatikan keluarganya baik istri maupun anak-anaknya. Hanya bentuk perhatian yang diberikan kadang berbeda-beda tergantung karakter masing-masing individu. Ada tipe suami yang ekspresif menunjukkan perhatiannya kepada istri dan anak-anaknya. Hal-hal sekecil apapun diperhatikan. Tipe seperti ini biasanya tipe yang romantis. Sering chat hanya sekedar menanyakan apakah istri sudah makan atau menanyakan aktifitas anak di rumah.
Ada juga tipe suami yang terlihat cuek. Tapi sebenarnya tidak sepenuhnya cuek. Tipe suami seperti ini biasanya sangat percaya dengan kemandirian istri. Dia yakin istri bisa menghandel anak-anak. Sepintas terlihat tidak perhatian, tapi dia selalu memastikan semua kebutuhan keluarga bisa terpenuhi. Dia bahkan mengusahakan bisa memenuhi keinginan istri dan anak-anaknya.
Jangan menghakimi suamimu kurang perhatian jika Dia masih rela banting tulang mencari nafkah sampai pulang larut malam. Bukan Dia tidak perhatian, tapi energinya sudah habis untuk memastikan keluarganya makan dengan layak, pendidikan anaknya tidak terbengkalai, dan segala kebutuhan rumah seperti listrik, air, dan lain sebagainya bisa terpenuhi.
Tipe suami seperti ini mengamati dalam diam. Dia tetap memantau kondisi istri dan anak-anaknya. Dia perhatian dengan caranya sendiri. Cara yang kadang tidak dikomunikasikan dengan istrinya. Sehingga sang istri menganggap Dia kurang perhatian.
BACA JUGA : Karena Anda Menikah dengan Manusia
Komunikasi Kuncinya
Bila masih punya waktu untuk membalas puluhan komentar di social media, harusnnya masih punya waktu juga untuk membicarakan segala keluhan kepada pasangan. Pasangan itu bisa menjadi sahabat juga lho. Istri yang mengatakan suami tidak mendengarkan keluhannya, mungkin ada beberapa hal yang kurang tepat saat menyampaikan kepada pasangannya.
Ketika ingin menyampaikan uneg-uneg atau keluhan, harus pandai melihat situasi. Jangan langsung menyampaikan keluhan saat suami baru pulang kerja. Kondisi suami yang letih sehabis bekerja membuat suasana hatinya kurang bagus. Hindari juga mengeluh via chat saat suami di tempat kerja. Karena akan berpeluang diabaikan karena suami konsentrasi dengan pekerjaannya atau direspon seperlunya. Respon suami yang tidak sesuai harapan justru akan membuat suasana hati kian memburuk. percayalah! its hurt.
Jika suami bekerja di luar kota, pastikan mengetahui kapan suami lagi rehat dari pekerjaannya bila ingin menyampaikan keluhan. Namun, bila tiba-tiba suami tidak bisa dihubungi atau telpon tiba-tiba terputus, jangan berprasangka buruk terlebih dahulu. Bukan berarti suami tidak perhatian atau tidak mau mendengarkan keluh kesah istrinya. Aku pernah ada di situasi seperti itu. Suami tidak mengangkat telponnya di saat genting. Ternyata beliau sedang dipanggil rapat bersama atasannya dan tidak sempat memberitahu via chat.
Terkait bagaimana dan kapan berkomunikasi efektif dengan pasangan itu kembali kepada rumah tangga masing-masing. Belajar lebih memahami pasangan adalah hal konkret yang bisa dilakukan agar komunikasi antara keduanya bisa berjalan lancar.
Bukan suami yang kurang perhatian, jangan-jangan istri terlalu lelah dengan rutinitas sehingga menjadi lebih sensitif.
Totally agree... Sangat setuju. Kalau istri lelah ketemu suami yg juga sedang lelah, mungkin itu kode waktunya piknik tipis-tipis. Heuheu...
BalasHapuskarena kuncinya adalah saling berkomunikasi supaya bisa saling mengobrol
BalasHapus