Terima aku apa adanya
Terdengar romantis dan menenangkan jika diucapkan oleh
seseorang kepada pasangan hidupnya. Tapi, sungguh kalimat itu akan menjadi
bumerang di kemudian hari. Kapan? Ketika sudah menjalani kehidupan sebagai
pasangan suami istri bertahun-tahun.
Sebuah anugerah jika punya pasangan yang memiliki sifat
pengertian, tidak sombong, tidak gampang marah, sayang anak, sayang mertua,
selalu mendahulukan kepentinganmu, tidak egois, taat beribadah, menghargaimu,
setia dan sederet sifat baik lainnya. Pasti akan sangat menyenangkan
menghabiskan sisa umur dengan pribadi yang demikian.
Namun, Bayangkan jika pasangan hidupmu mempunyai sifat yang kurang baik seperti mudah
marah, tidak mau mengalah, selalu mementingkan hobinya dari pada keluarga,
tidak bisa memahamimu, egois, pemarah, terlalu cuek, dan karakter lainnya yang
membuatmu tak nyaman. Akankah mampu hidup bersama orang dengan karakter
tersebut selama 20-40 tahun ke depan? Setiap hari, setiap saat.
Menikah itu menjalani hidup bersama orang lain dalam jangka
waktu yang lama. Menghabiskan sisa umur dengan orang yang sama. Bila karakter
salah satu individu membuat tidak nyaman pasangannya, maka sulit menciptakan
kehidupan rumah tangga yang harmonis. Apalagi bila pasangan tipe orang yang
sulit untuk berubah. Butuh energi ekstra untuk bisa menciptakan adaptasi satu
sama lain. Padahal menikah itu tentang
sebuah komitmen untuk tumbuh dan berproses bersama-sama.
Tidak menerima pasangan apa adanya bukan berarti tidak
mensyukuri jodoh yang telah dipilihkan Tuhan. Bukan pula tidak menerima
kekurangan pasangan. Apabila janji suci telah diucapkan, maka harus menerima
kelebihan dan kekurangan pasangan saat itu. Namun, dalam perjalanan pernikahan
tersebut masing-masing harus bisa beradaptasi dengan orang yang dinikahi. Jika
memungkinkan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik, tidak ada salahnya
untuk berubah secara perlahan. Lagi-lagi, karena menikah itu tentang komitmen.
Komitmen untuk menjadi pribadi yang nyaman satu sama lain.
Pribadi yang tidak mau tumbuh dan berproses bersama pasangan
juga akan menimbulkan konflik dalam
pernikahan. Konflik dalam pernikahan itu rata-rata berawal dari ketidaknyamanan
dalam bentuk kecil. Suami yang tidak memahami kemauan istri. Istri yang tidak
bisa memahami situasi suami, suami terlalu cuek saat istri butuh perhatian, dan
masih banyak lagi konflik yang dipicu oleh karakter pasangan. Karakter yang
dipertahankan namun bisa berdampak negatif
untuk sebuah hubungan.
Karakter yang menimbulkan ketidaknyamanan pasangan sebenarnya
bisa diubah. Tentunya jika yang
bersangkutan benar-benar ingin menciptakan sebuah hubungan yang berkualitas
dengan pasangan hidupnya. Tak sekadar hubungan transaksional saja. Tapi terkadang individunya yang tidak mau
berubah. Alasan yang dipakai biasanya klise, terima aku apa adanya.
Apakah tidak ada solusi jika ingin membantu pasangan
untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik? Tentu saja ada. Yaitu menuntun
pasangan secara perlahan. Ingat, menuntun
bukan menuntut. Menuntut pasangan untuk segera berubah justru akan
memperkeruh suasana. Karena pada dasarnya tidak ada orang yang mau didekte.
Menuntun pasangan bisa dilakukan dengan memberi contoh tindakan nyata. Diharapkan pasangan akan berubah secara perlahan. Memberi contoh setiap saat. Memang
butuh waktu dan kesabaran. Jadi, jangan berharap hasil instan. Namun,
percayalah hasil tidak akan mengkhianati usaha. Tetap fokus berusaha dan menyebut
namanya dalam setiap doa.
Buat yang belum menikah, mengenali karakter calon
pasangannya itu perlu. Karakter dasar seseorang sudah bisa terbaca lewat interaksi
singkat sekalipun. Jadi, bila menemui karakter yang tidak sesuai dengan
nuranimu pada diri calon pasangan, masih ada waktu untuk mundur. Karena
menuntun pasangan itu bukan perkara mudah, beresiko tinggi untuk sebuah
hubungan jika individu yang akan dituntun tidak ingin berubah. Apalagi sosok
yang akan dituntun adalah kepala rumah tangga. Kadang egonya sebagai kepala
rumah tangga tak mau dibimbing oleh sosok istri.
Bagaimana kalau sudah terlanjur cinta? Percayalah, cinta itu
bisa dipupuk setelah janji suci terucap. Menikah dengan pribadi yang mau tumbuh
dan berproses bersama kita lebih penting.
Membangun istana dengan sosok yang adaptif sungguh sebuah kebahagiaan tiada
tara. Karena saling memahami kemauan masing-masing akan membuat cinta tetap bersemi,
tak peduli bilangan tahun yang sudah terlewat. Kita tidak akan membuang waktu
untuk saling menuntut atau mencari kenyamanan dari pihak ketiga.
Bukankah ketidaknyamanan kepada pasangan yang selama ini menjadi bibit renggangnya
sebuah hubungan? Ketika satu individu berusaha keras untuk menjadi pribadi
lebih baik. Namun, kenyataannya pasangannya
apatis, tak ingin berubah, berjalan di tempat.
Jadi, jangan terima pasanganmu apa adanya. Namun, katakan "Aku menerimamu yang sekarang, tapi kita akan tumbuh dan berproses bersama-sama."
ini tulisan semacam pembelajaran buat aku yang masih melajang. Betul sekali bahwa ketika menikah itu kita harus bertumbuh bersama bukan hanya pasangan yang dituntut untuk berubah. Suka deh
BalasHapussenang bisa sharing hal yang bermanfaat buat mbk tikha
HapusGak ada ya pasangan yg sempurna.. Menikah itu bukan utk menuntut sempurna tapi bisa saling mengisi dan melengkapi kekurangan ..
BalasHapussepakat mbk
HapusBetul, menikah itu berproses, termasuk saat memilih pasangan. Maka wajar jika pilah pilih, karna kita ingin meyakinkan calon pasangan orang yang mau berproses bersama
BalasHapusiya mbak. mending pilah pilih daripada salah pilih di kemudian hari
Hapusaaah mbaak seakan ini tulisan menegurku, betul mba kalau tidak mau bertumbuh bersama suulit untuk terus bersemi, huhu terima kasih tulisannya mba :)
BalasHapussama-sama
HapusIndeed.. Pernikahan bak rumah tumbuh. Keduanya harus bisa belajar memahani satu sama lain.
BalasHapusbetul sekali. tak ada kebahagiaan jika hanya satu pihak yang berproses
HapusBener banget tulisannya. Kalau memaksakan diri menerima karakter orang yang beda dengan kita resikonya banyak ngalah ya. Jadi penting mengenal pasangan dari lingkungan.
BalasHapusterima kasih sudah sepakat dengan tulisan ini
HapusPelajaran yang sangat berarti buat aku yang belum menikah... Terimakasih kak..
BalasHapussama-sama
HapusIntinya berproses ke arah yg lebih baik ya.
BalasHapusiya mbak
HapusSetuju banget mbak sama konklusinya, kalau memang bisa tumbuh dan berproses bersama, belajar bersama, perlahan saling menjadikan diri ini menjadi pribadi yang baik, kenapa enggak dong ya. Nice article, mbak. Ini buat pembelajaranku sebagai calon (ibu) rumah tangga yang bentar lagi menikah, hehe :p
BalasHapussemoga bermanfaat
HapusMenerima pasangan memang butuh waktu, kalao aku dulu ketika ada hal yang tidak sreg dengan pasangan awalnya ada rasa kecewa, lama-lama akhirnya bisa menerima
BalasHapusiya mbak butuh waktu dan energi ekstra
Hapusbener banget
BalasHapussetiap pihak ada kekurangan tapi pasti perlahan bisa berkurang dengan saling bersama
terima kasih sharingnya mbak
sama-sama
Hapuswaktu baca judulnya kagett tapi pas baca isinya, iya juga sih ya. suka bagian yang menuntun bukan menuntut. intinya belajr sama2 juga yah
BalasHapusiya belajar sama-sama
HapusSaya kadang merasa segan kalau diingatkan istri padahal peringatan dari istri banyak benarnya. Kadang lantaran ego dan dorongan mau menang sendiri yang bikin ogah mendengar saran dari pasangan. Memang begitu sih, kita baru kenal pasangan setelah hidup bersama. Kesabaran dan kebaikan hati jadi nilai penting yang saya cari--tentu setelah keimanan. Makaish dah diingatkan lagi, Mbak Tat, biar saya ingat kalau mau kesal hehe.
BalasHapussama-sama mas rudi
HapusWah sepakat mas. Emang dalam pernikahan dibutuhkan "saling" kok. Saling memberi, menerima, membimbing, menuntun dan smua biar imbang. Trmksih pencerahannya mas.
BalasHapuseh saya cewek mbk hehehe
HapusBetul kak, jangan terima pasanganmu apa adanya, menikah itu tentang berproses bersama, bukan masing-masing. Suka sama tulisannya.
BalasHapusterima kasih
HapusDan karena aku masih single, berarti kalimat "Aku menerimamu yang sekarang, tapi kita akan tumbuh dan berproses bersama-sama." jadi koentji hahaa Makasii udah cerita Kakaa :)
BalasHapussemoga segera bertemu jodoh ya
HapusTerima kasih untuk tulisannya menjadi pelajaran juga bagi Ubay.
BalasHapusSalam,
kidalnarsis.com
sama-sama senang bisa membantu
HapusBaiklah... dicatet.. siapa tahu diperlukan nanti *ehhh.. hahaha...bener kok jangan apa adanya.. tapi yang segalanya ada.. ada rumah, ada mobil, ada deposito duh. .
BalasHapushahahaha bisa aja mbak dian
HapusSetuju, karena menikah itu menyatukan dua pribadi yang berbeda. jadi harus ada sifat dan kelakuan yang mulai diubah seiring berjalannya waktu :)
BalasHapusbetul sekali
Hapus