Tips Bepergian Jauh Meninggalkan Balita di RumahTanpa Drama- Seminggu lalu saya pergi ke Bandung bersama teman-teman.
Kepergian saya ke Bandung memang tidak membawa Gia, anak kedua saya yang masih
berusia 3 tahun. Beberapa teman yang mengetahui jika saya pergi jauh tanpa
membawa balita, sempat menanyakan bagaimana tips bepergian jauh meninggalkan
balita tanpa drama. Apalagi saya pergi dalam waktu yang cukup lama, yaitu 4
hari, Saya meninggalkan rumah pada jumat siang dan baru kembali ke rumah pada
senin siang.
Bepergian jauh meninggalkan balita di rumah memang butuh
persiapan khusus. Tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba. Apalagi jika balita
terbiasa bersama Ibu 24 jam setiap hari. Pasti bukan perkara mudah bila
harus bepergian tanpa membawa balita. Namun, tidak mustahil seorang Ibu yang
setiap saat bersama balitanya ingin bepergian. Berdasarkan pengalaman, ada beberapa
hal yang perlu dilakukan bila ingin meninggalkan si kecil bepergian jauh dalam
waktu yang lebih lama.
Pertama, Menata Hati. Sebagai seorang Ibu yang terbiasa bersama si kecil setiap hari pagi hingga malam, hal pertama yang harus dilakukan sebelum bepergian jauh adalah menata hati. Saya sempat ragu bagaimana Gia bisa tidur malam tanpa elusan punggung dari tangan saya. Gia pasti mencari bundanya ketika terbangun tengah malam. Tapi saya buru-buru membuang semua kekhawatiran tersebut. Saya mensugesti diri sendiri bahwa Gia pasti bisa tanpa bunda karena Gia anak yang kuat.
Bila hati Ibu sudah rela untuk meninggalkan si kecil bersama orang-oang terdekat di rumah, maka hati ibu lebih bahagia melakukan segala persiapan yang dibutuhkan untuk bepergian jauh. Entah percaya atau tidak, hati Ibu yang masih berat meninggalkan si kecil untuk bepergian jauh akan mempengaruhi kondisi si kecil. Dia akan rewel dari biasanya. Seakan tahu kalau Ibu akan meninggalkannya dalam jangka waktu tertentu. Jadi, hati Ibu tidak boleh rapuh. Kalau kata orang jawa harus "tatag" membiarkan si kecil di rumah bersama anggota keluarga lainnya.
Kedua, Sounding terus - menerus si kecil beberapa hari sebelum berangkat. Setelah hati Ibu bisa tenang, Langkah selanjutnya adalah mengkondisikan si kecil. Dua-tiga hari sebelum berangkat, sering memeluk si kecil dan mengatakan kepadanya kalau Ibu akan pergi agak lama dan dia di rumah bersama ayah, nenek, tante, dan anggota keluarga lainnya. Sounding ini dilakukan setiap saat. Ketika sedang bermain bersama, makan, mandi, dan tentunya menjelang tidur baik tidur siang maupun tidur malam.
Beberapa hari menjelang keberangkatan, luangkan lebih banyak waktu untuk si kecil. Itu yang saya lakukan. saya sering mengatakan kalau saya sayang Gia sambil memberikan pelukan hangat. Saya juga melakukan sounding setiap saat. Tapi ada kejadian yang membuat geli saat melakukan sounding kepada Gia. Menjelang tidur malam seperti biasa saya memeluk dan mengelus punggungnya. Disaat yang bersamaan saya membisikkan kalimat yang mengatakan bunda akan pergi agak lama dan meminta dia bersama Ayah di rumah. Tanpa disangka, reaksi Gia adalah mendorong tubuh saya menjauh darinya. Seakan dia protes tidak mau ditinggal. Tapi itu hanya terjadi 2 kali saja. Setelah itu proses sounding lancar.
Ketiga, Kerjasama dengan anggota keluarga lainnya. Saya beruntung mempunyai suami yang mendukung sepenuhnya kegiatan positif yang saya lakukan. Termasuk ketika berencana bepergian jauh beberapa hari terkait pekerjaan. Beliau memberi izin dan bersedia menghandel si kecil untuk sementara waktu.
Memang selama ini Gia sudah sangat dekat dengan Ayahnya. Tapi untuk tidur malam dia tetap mencari Bunda. Suami meyakinkan saya akan menidurkan Gia dengan caranya sendiri. Tentunya tanpa ada drama tangisan. Malam pertama mungkin malam yang terasa panjang untuk suami. Gia masih menanyakan saya kepada ayahnya. Tapi suami selalu punya cara yang unik untuk menenangkan si kecil. Alhasil, Gia tidur nyenyak meskipun tanpa pelukan bunda.
Selain suami, anggota keluarga lain seperti tante, kakek, dan nenek bisa diajak kerjasama mengasuh si kecil selama Ibu bepergian jauh. Berhubung rumah kakek dan nenek Gia berada di luar kota, saya dan suami tidak bisa meminta bantuan mereka. Tapi kami bersyukur ada adik ipar yang rumahnya tidak begitu jauh dari tempat tinggal kami. Jumat siang sebelum saya berangkat ke stasiun, saya menitipkan si kecil kepada tantenya. Dia akan berada di rumah tante sampai ayah pulang kerja. Begitu juga saat hari senin. Jadwal kepulangan saya senin siang. Sementara suami harus berangkat senin pagi. Gia bersama tante sampai saya menjemputnya.
Keempat, Putus kontak dengan si kecil selama bepergian jauh. Ini sepintas saran yang ngawur. Tapi tenang, saya punya alasan mengapa menyarankan untuk tidak menghubungi si kecil baik lewat telepon maupun video call. Berdasarkan pengalaman, si kecil justru akan tantrum ketika mendengar suara saya dari seberang telepon. Dia yang sedang asyik bermain bisa tiba-tiba nangis histeris ketika saya video call. Jadi, biarkan si kecil tidak mendengar kabar Ibunya sementara waktu.
Hal ini bukan berarti saya tidak tahu kabar si kecil sama sekali. Saya tetap memantau kondisi Gia lewat video yang dikirimkan suami dan tantenya. Video candid tentang aktivitas si kecil cukup mengobati kangen. Kangen boleh tapi jangan terus menerus memikirkan si kecil saat bepergian jauh. Nanti si kecil di rumah juga akan lebih susah dikondisikan oleh anggota keluarga lainnya. Si kecil bakal lebih rewel dan nyari Ibunya.
Itulah sharing pengalaman meninggalkan si kecil Gia yang baru berusia 3 tahun untuk bepergian jauh beberapa hari. Semoga bermanfaat.
BACA JUGA : Menyikapi Perbedaan Karakter Anak dengan Bijak
Komentar
Posting Komentar