Alasan Anak Ingin Membatalkan Puasa- Meskipun anak-anak yang belum baligh dan tidak dikenai hukum wajib puasa di bulan Ramadan, tidak ada salahnya melatih mereka untuk berpuasa. Sebagai orang tua yang mempunyai anak usia Sekolah Dasar, aku juga melakukan hal yang sama. Tapi sifatnya tidak memaksa. Mas Agha sudah mulai latihan puasa sejak TK. Namun, baru kelas 1 SD ini belajar puasa penuh sampai maghrib.
Melatih Mas Agha menahan diri untuk tidak makan seharian tergolong mudah. Karena pada dasarnya dia anak yang tidak begitu suka dengan nasi. Namun, Dia merasa kesulitan menahan diri untuk tidak minum. Alhamdulillah satu pekan menjalani puasa Ramadan tergolong lancar tanpa kendala berarti. Saat merasa haus, Ayah selalu meminta Mas Agha mencuci muka, dengan syarat tidak boleh meminum air di kamar mandi. Cara tersebut lumayan efektif untuk membuatnya kembali ceria.
Selama menjalani puasa, Mas Agha sudah mulai bisa mengkondisikan diri sendiri agar kuat sampai maghrib tiba. Ketika pulang sekolah, Dia memilih tidur atau sibuk di depan komputer melihat kanal youtube favoritnya. jadi, tidak ada rengekan bertanya kapan waktu buka puasa tiba.
LIBURAN YANG MENGGODA IMAN
Semua berjalan lancar sampai hari sabtu kemarin Mas Agha libur sekolah. Menghabiskan waktu di rumah saat puasa ternyata bukan perkara mudah untuknya. Dia biasanya berada di sekolah dari pagi sampai siang. Dan baru pulang ke rumah sore hari karena menunggu jam pulang kerja ayah. Aktifitasnya di sekolah bermain bersama teman-teman membuatnya lupa jika sedang berpuasa. Begitu juga saat di kantor ayah, Dia asyik di perpustakaan atau bermain game.
Berbeda dengan hari sabtu kemarin. Dari pagi Dia berada di dalam rumah. Di rumah ada adik Gia yang berusia 3 tahun. Meskipun sudah berusaha sibuk di depan komputer, Dia tetap tidak tahan dengan godaan dari adiknya. Adik yang doyan nyemil selalu mendekati Mas Agha sambil membawa beraneka macam jajan.
Awalnya Mas Agha tidak tergoda. Dia hanya meminta adik makan di kamar sebelah, menjauh darinya. Tapi si adik tidak mengindahkan permintaan Mas Agha. Hingga saat mendengar adzan dhuhur Mas Agha tiba-tiba merengek. Meminta izin puasa dhuhur. Bunda tidak bergeming. Tidak memberi izin dan meyakinkan Dia untuk tetap berpuasa sampai maghrib sesuai niat saat sahur.
Rengekan Mas Agha semakin menjadi. Dia bilang hanya ingin minum dan makan jajan adik sedikit saja. Pertahanan Bunda akhirnya runtuh. Bunda memberi izin Dia untuk makan dan minum secukupnya. Setelah itu harus melanjutkan puasanya lagi.
Alasan Mas Agha ingin membatalkan puasa mungkin terdengar lucu. Hanya ingin makan jajan adik. Tapi begitulah anak-anak. Selalu punya cara unik untuk merobohkan pertahanan orang tuanya. Tidak hanya Agha. Sepupunya juga melakukan hal yang sama. Hanya saja alasannya berbeda. Keponakanku yang ada di desa merengek meminta membatalkan puasa karena merasa lemas dan kepalanya seperti berputar-putar. Namun, setelah diberi izin untuk minum, Dia mendadak ceria kembali.
Sebagai orang tua, kadang Aku dihadapkan pada situasi yang dilematik. Di satu sisi ingin mendisiplinkan anak belajar puasa dengan benar. Namun, di sisi lain tak tega melihat rengekan anak. Akhirnya luluh juga dengan permintaan anak.
Anak-anak seusia Mas Agha memang masih tahap belajar menjalankan puasa. Dalam proses belajar tersebut tidak boleh ada unsur keterpaksaan. Aku memanfaatkan proses belajar puasa Mas Agha ini untuk menanamkan nilai-nilai yang harus Dia pahami saat menjalankan Ibadah puasa Ramadan.
Aku tidak melakukan pendekatan dengan dalil-dalil kewajiban berpuasa Ramadan kepada umat Islam. Tapi aku melakukan pendekatan dari sisi lain. Yaitu sisi kemanusiaan. Mengajak Dia berempati kepada orang-orang yang kurang beruntung di luar sana. Orang-orang yang tidak bisa menikmati makanan setiap hari.
Bagaimana dengan pengalaman bunda-bunda menghadapi rengekan anak saat puasa Ramadan? Yuk, ceritakan di kolom komentar.
aku dulu pernah pengin puasa duhur gara-gara pengin makan mie keriting pas masih kelas 4 SD :D
BalasHapus