Ketika Anak Tak Mau Menuruti Perintah Guru- Anak tumbuh dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda. Begitu juga yang terjadi pada si adik Gia. Dia tumbuh menjadi anak yang karakternya sangat berbeda dari si kakak. Dia selalu punya kemauan keras. Susah untuk dibelokkan.
Kami, sebagai orang tua sempat khawatir di awal proses pembelajaran daring. Adik Gia yang belum pernah bertemu bu guru pasti butuh proses adaptasi yang tak mudah. Termasuk tentang urusan menuruti perintah bu guru yang sederhana sekali pun. Butuh waktu dan kesabaran untuk mengenalkan konsep belajar kepadanya.
Selama 3 minggu proses pembelajaran daring, aku selalu mendampingi adik Gia. Sama seperti hari itu, ada kegiatan mewarnai gambar di lembar kerjanya. Bu guru melalui layar HP meminta anak-anak mewarnai huruf hijaiyah. Masing-masing huruf sudah ditentukan warnanya oleh bu guru. Tapi adik Gia tidak mau mewarnai huruf alif dengan warna coklat, huruf Ba dengan warna pink, dan seterusnya.
Anak-anak lain di kelas tersebut dengan senang hati mewarnai tiap huruf sesuai dengan perintah bu guru. Si adik Gia malah ngambek dan masuk kamar. Dia ingin mewarnai huruf hijaiyah dengan pedoman warna yang dia hafalkan selama ini. Di tengah isak tangisnya, Dia menyanyikan lagu kesukaannya red..orange..purple…blue…
Saat itu yang ada di pikiranku hanya satu. Si adik mau kembali ke mejanya dan melanjutkan pembelajaran daring. Aku mengatakan bahwa boleh mewarnai sesuai dengan keinginan adik tapi harus ijin bu guru terlebih dahulu. Akhirnya adik Gia berhenti menangis dan mau kembali duduk di tempatnya. Setelah meminta ijin bu guru, dia mewarnai semua huruf hijaiyah dengan hati gembira.
Setelah proses pembelajaran daring selesai, aku menyempatkan diri ngobrol santai sama si adik. Isi obrolan kami seputar bu guru, kemauan sendiri, dan kepatuhan. Tentu saja bahasanya disesuaikan dengan bahasa anak 5 tahun. Hari itu adik Gia boleh mewarnai sesuka hatinya, tapi lain kali harus mendengarkan bu guru kalau sedang sekolah.
Alasan paling masuk akal yang bisa diterima oleh adik Gia adalah dia sudah 5 tahun dan sudah sekolah. Maka tidak boleh seperti anak bayi lagi. Sehingga ketika sekolah luring minggu lalu, adik Gia lebih mudah diatur oleh bu guru saat di kelas. Saat naik-naik kursi dan jalan keliling kelas, matra bu guru sudah bisa bekerja pada gadis mungilku. Begitu juga saat bu guru meminta mewarnai memakai warna yang sudah ditentukan, adik Gia sudah bisa mematuhi. Meskipun saat pulang ke rumah, dia mewarnai lagi gambar yang sama dengan warna pilihannya sendiri.
Bagiku, anak bisa menentukan pilihan sendiri adalah hal yang penting. Tapi adab kepada guru harus dipupuk sejak dini. Karena keberkahan ilmu terletak pada adab seorang murid kepada gurunya. Termasuk mematuhi guru saat di sekolah. Sebagai orang tua, aku tetap mendengarkan alasan anak tidak mau melaksanakan perintah guru. Tapi, di sisi lain juga memberikan nasihat agar anak bisa menghargai dan menghormati gurunya.
Alasan-alasan yang masuk akal lebih mudah diterima oleh adik Gia. Jadi, aku tidak melakukan pendekatan-pendekatan rumit yang susah untuk dimengerti oleh anak 5 tahun. Tujuan akhirnya tetap sama, anak mampu menghormati gurunya di sekolah agar ilmunya berkah. Meskipun tidak mudah mengingat karakter si adik yang cukup kuat. Setiap menginginkan sesuatu, selalu gigih mewujudkannya.
Sebuah prinsip yang harusnya tetap dipegang sampai dewasa nanti. Karena ada banyak hal positif yang bisa dia peroleh dengan sifat dan karakter seperti itu. Tugas kami sebagai orang tua hanya mengarahkan kapan dia harus memegang prinsip tersebut erat-erat. Anak-anak yang punya kemauan kuat dan gigih untuk mewujudkannya adalah anak-anak yang sejatinya paham bagaimana harus bersikap. Tidak gampang terbawa arus. Setidaknya itulah sisi positifnya.
Komentar
Posting Komentar